Minggu, 26 Juli 2015

4 Aktivator Windows yang Paling Terkenal Sepanjang Masa

4 Aktivator Windows yang Paling Terkenal Sepanjang Masa

 

4 Aktivator Windows yang Paling Terkenal Sepanjang Masa

Tidak dapat dipungkiri apabila Sistem Operasi Windows merupakan Sistem Operasi terbanyak yang paling digunakan saat ini. Sistem Operasi Windows memiliki beberapa kelebihan dibandingkan OS lainnya yakni user-friendly, tampilannya mudah, cara penggunaannya mudah, installnya gampang dan juga banyak didukung aplikasi serta games. 
Namun, walaupun memiliki berbagai macam kelebihan, Sistem Operasi Windows tetaplah memiliki kelemaham yakni mudah terserang virus, malware dan program jahat lainnya. Dan kelemahan yang paling utama adalah OS ini tidaklah gratis. 
Oleh karena itu banyak orang berlomba-lomba menggunakan berbagai macam cara untuk mengaktivasi OS Windows mereka ( membajak ) baik itu menggunakan serial number / product key, menggunakan loader sampai activator.
Berikut adalah beberapa Aktivator OS Windows yang paling terkenal & tentu saja paling sering digunakan di Dunia.

1. Windows Loader

Windows Loader adalah sebuah program kecil yang dapat mengaktivasi Windows secara permanen. Windows Loader ini dibuat oleh seorang programmer bernama Daz, oleh karena itulah Windows Loader ini sering juga disebut Windows Loader by Daz.
Screenshoot Windows Loader
Loader ini mampu mengaktivasi hampir semua versi Windows, mulai dari Windows Vista hingga Windows Server 2012. Cara kerja Windows Loader ini adalah dengan menginjeksi SLIC ( System Licensed Internal Code ) kedalam Windows sebelum Windows tersebut melalui proses booting. Dan dengan cara ini, Windows yang sudah terinstall Windows Loader akan mampu "membodohi" Microsoft WAT (Windows Activation Technologies) dan berfikir Windows yang sudah terinstall Windows Loader sebuah OS Windows Asli. 
Cara ini diklaim sebagai cara yang paling aman, nyaman, dan benar-benar permanen dalam mengaktivasi Windows. Bahkan hingga saat ini, Windows Loader masih banyak digunakan sebagai loader utama dalam mengaktivasi Windows. 
Namun sayangnya, Windows Loader ini sudah tidak dapat digunakan untuk OS Windows 8 keatas, karena Microsoft sudah mengubah proses aktivasi di Windows 8.

2. KMSMicro 

Saat Windows 8 baru keluar sekitar tahun 2012, muncul sebuah activator baru bernama KMSMicro. KMSmicro dibuat oleh seorang programmer dari Russia bernama Ratiborus.
KMSMicro ini bisa dibilang sebagai salah satu activator pertama yang mampu mengativasi Windows 8 disaat Windows Loader sudah tidak mampu mengaktivasi versi lanjutan dari Windows 7. 

3. KMSnano / KMSpico

KMSnano aka KMSpico adalah sebuah aktivator lanjutan dari KMSMicro dan dapat digunakan untuk Windows Vista, Windows 7, Windows 8, Windows 8.1 serta Office 2010 / 2013. KMSpico ini dibuat oleh programmer bernama Heldigard.
KMSpico bisa dibilang juga sebagai aktivator "permanen" Windows. Walaupun banyak yang bilang KMSpico ini "hanya" mengaktivasi Windows selama 180 Hari, pada nyatanya, KMSpico mengaktivasi Windows setiap hari pada saat Windows tersebut booting. Jadi bisa dibilang juga sebagai aktivator "permanen" walaupun bukan True Permanent seperti Windows Loader.
Sampai saat ini juga KMSpico banyak digunakan untuk mengaktivasi Windows 8 / 8.1 ataupun Microsoft Office 2013. 

4. Microsoft Toolkit

Microsoft Toolkit juga bisa dibilang sebagai salah satu aktivator yang paling banyak digunakan saat ini. Microsoft Toolkit ini pada awalnya hanya untuk aktivasi produk Microsoft Office, namun dalam perkembangannya, Microsoft Toolkit mampu mengaktivasi OS Windows, mulai dari Windows Vista hingga Windows 8.1. 
Screenshoot Microsoft Toolkit
Kelebihan Microsoft Toolkit dibandingkan Activator yang lain adalah, Microsoft Toolkit memiliki beberapa tools tambahan seperti untuk membackup & merestore aktivasi Windows serta Microsoft Office. Mampu mengubah file ISO Microsoft Office dari Volume License ke Retail serta sebaliknya, dan lain sebagainya. Microsoft Toolkit dibuat oleh programmer bernama CODYQX4.
Sebenarnya masih ada beberapa aktivator Windwos & Office yang digunakan seperti KMS_VL_ALL, KMS by Alex, dan lain sebagainya. Namun beberapa aktivator Windows tersebut jarang dikenal.
Kesimpulan
Saya yakin kalian pasti pernah mendengar / mendownload / menggunakan salah satu aktivator diatas. Pada dasarnya, para pembuat aktivator diatas tetap menyarankan kalian untuk membeli OS Windows yang asli & bukan menyalahgunakan aktivator tersebut untuk pembajakan. 
Aktivator digunakan hanya untuk keperluan edukasi & memberikan kalian versi full untuk masa percobaan. Jika kalian suka terhadap Software yang kalian gunakan, tetap beli yang asli untuk men-support developer software tersebut.

Selasa, 07 Juli 2015

Bila Hari ‘Ied Jatuh pada Hari Jum’at

ARTIKEL 1
Di antara keistimewaan Idul Fitri 2015ini adalah akan bertepatan dengan hari Jum’at. Ini menunjukkan bertemunya dua hari utama, yang sama-sama hari ‘ied. Banyak yang menanyakan bagaimana jika Hari Raya atau Idul Adha jatuh pada hari Jum’at, apakah shalat Jum’atnya gugur karena telah melaksanakan shalat ‘ied?
Mudah-mudahan penjelasan berikut dapat menjawab hal ini.[1]
Apabila hari raya Idul Fithri atau Idul Adha bertepatan dengan hari Jum’at, apakah shalat Jum’at menjadi gugur karena telah melaksanakan shalat ‘ied? Untuk masalah ini para ulama memiliki dua pendapat.
Pendapat Pertama: Orang yang melaksanakan shalat ‘ied tetap wajib melaksanakan shalat Jum’at.
Inilah pendapat kebanyakan pakar fikih. Akan tetapi ulama Syafi’iyah menggugurkan kewajiban ini bagi orang yang nomaden (al bawadiy). Dalil dari pendapat ini adalah:
Pertama: Keumuman firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (QS. Al Jumu’ah: 9)
Kedua: Dalil yang menunjukkan wajibnya shalat Jum’at. Di antara sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ تَرَكَ ثَلاَثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ
“Barangsiapa meninggalkan tiga shalat Jum’at, maka Allah akan mengunci pintu hatinya.”[2] Ancaman keras seperti ini menunjukkan bahwa shalat Jum’at itu wajib.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِى جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِىٌّ أَوْ مَرِيضٌ
Shalat Jum’at merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim dengan berjama’ah kecuali empat golongan: [1] budak, [2] wanita, [3] anak kecil, dan [4] orang yang sakit.[3]
Ketiga: Karena shalat Jum’at dan shalat ‘ied adalah dua shalat yang sama-sama wajib (sebagian ulama berpendapat bahwa shalat ‘ied itu wajib), maka shalat Jum’at dan shalat ‘ied tidak bisa menggugurkan satu dan lainnya sebagaimana shalat Zhuhur dan shalat ‘Ied.
Keempat: Keringanan meninggalkan shalat Jum’at bagi yang telah melaksanakan shalat ‘ied adalah khusus untuk ahlul bawadiy (orang yang nomaden seperti suku Badui). Dalilnya adalah,
قَالَ أَبُو عُبَيْدٍ ثُمَّ شَهِدْتُ مَعَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فَكَانَ ذَلِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، فَصَلَّى قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ هَذَا يَوْمٌ قَدِ اجْتَمَعَ لَكُمْ فِيهِ عِيدَانِ ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْتَظِرَ الْجُمُعَةَ مِنْ أَهْلِ الْعَوَالِى فَلْيَنْتَظِرْ ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَرْجِعَ فَقَدْ أَذِنْتُ لَهُ
“Abu ‘Ubaid berkata bahwa beliau pernah bersama ‘Utsman bin ‘Affan dan hari tersebut adalah hari Jum’at. Kemudian beliau shalat ‘ied sebelum khutbah. Lalu beliau berkhutbah dan berkata, “Wahai sekalian manusia. Sesungguhnya ini adalah hari di mana terkumpul dua hari raya (dua hari ‘ied). Siapa saja dari yang nomaden (tidak menetap) ingin menunggu shalat Jum’at, maka silakan. Namun siapa saja yang ingin pulang, maka silakan dan telah kuizinkan.”[4]
Pendapat Kedua: Bagi orang yang telah menghadiri shalat ‘Ied boleh tidak menghadiri shalat Jum’at. Namun imam masjid dianjurkan untuk tetap melaksanakan shalat Jum’at agar orang-orang yang punya keinginan menunaikan shalat Jum’at bisa hadir, begitu pula orang yang tidak shalat ‘ied bisa turut hadir.
Pendapat ini dipilih oleh mayoritas ulama Hambali. Dan pendapat ini terdapat riwayat dari ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Az Zubair. Dalil dari pendapat ini adalah:
Pertama: Diriwayatkan dari Iyas bin Abi Romlah Asy Syamiy, ia berkata, “Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Arqom,
أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِى يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ. قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِى الْجُمُعَةِ فَقَالَ « مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّىَ فَلْيُصَلِّ ».
“Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan dua ‘ied (hari Idul Fithri atau Idul Adha bertemu dengan hari Jum’at) dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat ‘ied dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jum’at”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau shalat Jum’at, maka silakan.”[5]
Asy Syaukani dalam As Sailul Jaror (1/304)  mengatakan bahwa hadits ini memiliki syahid (riwayat penguat). An Nawawi dalam Al Majmu’ (4/492) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shahih dan hasan, pen). ‘Abdul Haq Asy Syubaili dalam Al Ahkam Ash Shugro (321) mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. ‘Ali Al Madini dalam Al Istidzkar (2/373) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shahih dan hasan, pen). Syaikh Al Albani dalam Al Ajwibah An Nafi’ah (49) mengatakan bahwa hadits ini shahih.[6] Intinya, hadits ini bisa digunakan sebagai hujjah atau dalil.
Kedua: Dari ‘Atho’, ia berkata, “Ibnu Az Zubair ketika hari ‘ied yang jatuh pada hari Jum’at pernah shalat ‘ied bersama kami di awal siang. Kemudian ketika tiba waktu shalat Jum’at Ibnu Az Zubair tidak keluar, beliau hanya shalat sendirian. Tatkala itu Ibnu ‘Abbas berada di Thoif. Ketika Ibnu ‘Abbas tiba, kami pun menceritakan kelakuan Ibnu Az Zubair pada Ibnu ‘Abbas. Ibnu ‘Abbas pun mengatakan, “Ia adalah orang yang menjalankan sunnah (ajaran Nabi) [ashobas sunnah].”[7] Jika sahabat mengatakan ashobas sunnah(menjalankan sunnah), itu berarti statusnya marfu’ yaitu menjadi perkataan Nabi.
Diceritakan pula bahwa ‘Umar bin Al Khottob melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Ibnu Az Zubair. Begitu pula Ibnu ‘Umar tidak menyalahkan perbuatan Ibnu Az Zubair. Begitu pula ‘Ali bin Abi Tholib pernah mengatakan bahwa siapa yang telah menunaikan shalat ‘ied maka ia boleh tidak menunaikan shalat Jum’at. Dan tidak diketahui ada pendapat sahabat lain yang menyelisihi pendapat mereka-mereka ini.[8]
Kesimpulan:
  • Boleh bagi orang yang telah mengerjakan shalat ‘ied untuk tidak menghadiri shalat Jum’at sebagaimana berbagai riwayat pendukung dari para sahabat dan tidak diketahui ada sahabat lain yang menyelisihi pendapat ini.
  • Pendapat kedua yang menyatakan boleh bagi orang yang telah mengerjakan shalat ‘ied tidak menghadiri shalat Jum’at, ini bisa dihukumi marfu’ (perkataan Nabi) karena dikatakan “ashobas sunnah (ia telah mengikuti ajaran Nabi)”. Perkataan semacam ini dihukumi marfu’ (sama dengan perkataan Nabi), sehingga pendapat kedua dinilai lebih tepat.
  • Mengatakan bahwa riwayat yang menjelaskan pemberian keringanan tidak shalat jum’at adalah khusus untuk orang yang nomaden seperti orang badui (yang tidak dihukumi wajib shalat Jum’at), maka ini adalah terlalu memaksa-maksakan dalil. Lantas apa faedahnya ‘Utsman mengatakan, “Namun siapa saja yang ingin pulang, maka silakan dan telah kuizinkan”? Begitu pula Ibnu Az Zubair bukanlah orang yang nomaden, namun ia mengambil keringanan tidak shalat Jum’at, termasuk pula ‘Umar bin Khottob yang melakukan hal yang sama.
  • Dianjurkan bagi imam masjid agar tetap mendirikan shalat Jum’at supaya orang yang ingin menghadiri shalat Jum’at atau yang tidak shalat ‘ied bisa menghadirinya. Dalil dari hal ini adalah anjuran untuk membaca surat Al A’laa dan Al Ghosiyah jika hari ‘ied bertemu dengan hari Jum’at pada shalat ‘ied dan shalat Jum’at. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقْرَأُ فِى الْعِيدَيْنِ وَفِى الْجُمُعَةِ بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَ (هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ) قَالَ وَإِذَا اجْتَمَعَ الْعِيدُ وَالْجُمُعَةُ فِى يَوْمٍ وَاحِدٍ يَقْرَأُ بِهِمَا أَيْضًا فِى الصَّلاَتَيْنِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam dua ‘ied dan dalam shalat Jum’at “sabbihisma robbikal a’la” dan “hal ataka haditsul ghosiyah”.” An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat.[9]
Hadits ini juga menunjukkan dianjurkannya membaca surat Al A’laa dan Al Ghosiyah ketika hari ‘ied bertetapan dengan hari Jum’at dan dibaca di masing-masing shalat (shalat ‘ied dan shalat Jum’at).
  • Siapa saja yang tidak menghadiri shalat Jum’at dan telah menghadiri shalat ‘ied, maka wajib baginya untuk mengerjakan shalat Zhuhur sebagaimana dijelaskan pada hadits yang sifatnya umum. Hadits tersebut menjelaskan bahwa bagi yang tidak menghadiri shalat Jum’at, maka sebagai gantinya, ia menunaikan shalat Zhuhur (4 raka’at).[10]
Semoga apa yang kami sajikan ini bermanfaat bagi kaum muslimin.  Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

ARTIKEL 2

Berikut adalah fatwa Lajnah Daimah tentang peristiwa hari raya yang bertepatan dengan hari jumat.

Fatwa no. 21160 diterbitkan tanggal 8 Dzulqa’dah 1420 H.

Alhamdulillah wahdah, was shalatu was salamu ‘ala man laa nabiyya ba’dah, amma ba’du,
Terdapat banyak pertanyaan terkait peritiwa hari raya yang bertepatan dengan hari jumat. Baik idul fitri maupun idul adha. Apakah jumatan tetap wajib dilaksanakan bagi mereka yang telah melaksanakan shalat id? Bolehkah mengumandangkan adzan di masjid yang diadakan shalat dzuhur? Dan beberapa pertanyaan terkait lainnya. Untuk itu, Lajnah Daimah menerbitkan fatwa berikut:
Dalam permasalahan ini, ada beberapa hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dana keterangan sahabat yang menjelaskan hal itu. Diantaranya:
Pertama, hadis Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu, bahwa Muawiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepadanya: “Apakah anda pernah mengikuti hari raya yang bertepatan dengan hari jumat di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” “Lalu apa yang beliau lakukan?” Jawab Zaid:
صلى العيد ثم رخص في الجمعة، فقال: من شاء أن يصلي فليصل
“Beliau shalat id, dan memberi keringanan untuk tidak shalat jumat. Beliau berpesan: ‘Siapa yang ingin shalat jumat, hendaknya dia shalat.’” (HR. Ahmad, Abu Daud, Nasai, ibn Majah, Ad-Darimi).
Kedua, hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قد اجتمع في يومكم هذا عيدان، فمن شاء أجزأه من الجمعة، وإنا مجمعون
“Pada hari ini terkumpul dua hari raya (jumat dan id). Siapa yang ingin shalat hari raya, boleh baginya untuk tidak jumatan. Namun kami tetap melaksanakan jumatan.” (HR. Abu Daud, Ibn Majah, Ibnul Jarud, Baihaqi, dan Hakim).
Ketiga, hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan:
اجتمع عيدان على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فصلى بالناس ثم قال: من شاء أن يأتي الجمعة فليأتها ومن شاء أن يتخلف فليتخلف
Pernah terkumpul dua hari raya dalam sehari di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau mengimami shalat id, dan berkhutbah: “Siapa yang ingin jumatan, silahkan datang jumatan. Siapa yang ingin tidak hadir jumatan, boleh tidak hadir.” (HR. Ibn Majah).
Sementara dalam riwayat At-Thabrani di Al-Mu’jam Al-Kabir, dinyatakan bahwa Ibnu Umar menceritakan:
اجتمع عيدان على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم: يوم فطر وجمعة، فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم العيد، ثم أقبل عليهم بوجهه فقال: يا أيها الناس إنكم قد أصبتم خيراً وأجراً وإنا مجمعون، ومن أراد أن يجمع معنا فليجمع، ومن أراد أن يرجع إلى أهله فليرجع
“Pernah terkumpul dua hari raya dalam sehari di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, idul fitri dan hari jumat. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami shalat id, lalu berkhutbah di hadapan para sahabat: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian telah mendapatkan kebaikan dan pahala, namun kami akan tetap melaksanakan jumatan. Siapa yang ingin ikut jumatan bersama kami, silahkan ikut. Siapa yang ingin pulang ke keluarganya, silahkan pulang.”
Keempat, hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اجتمع عيدان في يومكم هذا فمن شاء أجزأه من الجمعة وإنا مجمعون إن شاء الله
“Terkumpul dua hari raya pada hari ini. Siapa yang ingin shalat id, maka boleh baginya untuk tidak ikut jumatan. Dan kami akan tetap melaksanakan jumatan, insyaaAllah.” (HR. Ibn Majah, kata Al-Bushiri: Sanadnya shahih dan perawinya tsiqat).
Kelima, riwayat dari Atha bin Abi Rabah, beliau menceritakan:
“Abdullah bin Zubair pernah mengimami kami shalat id pada hari jumat di pagi hari. Kemudian (si siang hari) kami berangkat jumatan. Namun Abdullah bin Zubair tidak keluar untuk mengimami jumatan, sehingga kami shalat (dzuhur) sendiri-sendiri. Ketika itu, Ibnu Abbas sedang di Thaif. Ketika kami datang ke Thaif, kami ceritakan kejadian ini dan beliau mengatakan, ‘Dia (Ibn Zubair) sesuai sunah.’” (HR. Abu Daud). Dalam riwayat Ibnu Khuzaimah terdapat tambahan, bahwa Ibnu Zubair mengatakan:
رأيت عمر بن الخطاب إذا اجتمع عيدان صنع مثل هذا
“Saya melihat Umar bin Khatab, ketika ada dua hari raya yang bersamaan, beliau melakukan seperti itu.”
Keenam, riwayat dari Abu Ubaid, bekas budak Ibnu Azhar, bahwa beliau pernah mengalami kejadian berkumpulnya dua hari raya di zaman Utsman bin Affan. Ketika itu hari jumat. Kemudian beliau shalat hari raya, lalu berkhutbah:
يا أيها الناس إن هذا يوم قد اجتمع لكم فيه عيدان، فمن أحب أن ينتظر الجمعة من أهل العوالي فلينتظر، ومن أحب أن يرجع فقد أذنت له
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya pada hari ini terkumpul dua hari raya. Siapa diantara penduduk pedalaman yang ingin menunggu jumatan maka hendaknya dia menunggu (tidak pulang). Dan siapa yang ingin pulang, aku izinkan dia untuk pulang.” (HR. Bukhari dan Malik dalam Al-Muwatha’)
Ketujuh, dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa terkumpul dua hari raya di hari jumat, beliau berkhutbah setelah shalat id:
من أراد أن يجمع فليجمع، ومن أراد أن يجلس فليجلس
“Siapa yang ingin menghadiri jumatan, silahkan datang. Siapa yang ingin tetap di rumah, silahkan duduk di rumahnya (tidak berangkat jumatan).” (HR. Ibn Abi Syaibah dan Abdur Razaq).
Berdasarkan beberapa hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, keterangan dan praktek sejumlah sahabat radhiyallahu ‘anhum, serta pendapat yang dianut oleh mayoritas ulama, maka Lajnah Daimah memutuskan hukum berikut:
  1. Orang yang telah menghadiri shalat id, mendapat keringanan untuk tidak menghadiri jumatan. Dan dia wajib shalat dzuhur setelah masuk waktu dzuhur. Akan tetapi jika dia tidak mengambil keringanan, dan ikut shalat jumat maka itu lebih utama.
  2. Orang yang tidak menghadiri shalat id maka tidak termasuk yang mendapatkan keringanan ini. Karena itu, kewajiban jumatan tidak gugur baginya, sehingga dia
  3. wajib berangkat ke masjid untuk melaksanakan shalat jumat. Jika di masjid tempatnya tidak ada shalat jumat maka dia shalat dzuhur.
  4. Wajib bagi takmir masjid atau petugas jumatan untuk mengadakan jumatan di masjidnya, untuk menyediakan sarana bagi mereka yang tidak shalat id atau orang yang ingin melaksanakan jumatan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam khutbahnya: “Namun kami tetap melaksanakan jumatan” sebagaimana disebutkan dalam hadis-hadis di atas.
  5. Orang yang shalat id dan mengambil keringanan untuk tidak jumatan, dia wajib shalat dzuhur setelah masuk waktu dzuhur.
  6. Tidak disyariatkan mengumandangkan adzan di hari itu, kecuali adzan di masjid yang diadakan shalat jumat. Karena itu, tidak disyariatkan melakukan adzan dzuhur di hari itu.
  7. Pendapat yang menyatakan bahwa orang yang shalat id maka gugur kewajibannya untuk shalat jumat dan shalat dzuhur pada hari itu, adalah pendapat yang tidak benar. Oleh sebab itu, para ulama menghindari pendapat ini, dan menegaskan salahnya pendapat ini, karena bertentangan dengan ajaran dan menganggap ada kewajiban yang gugur tanpa dalil.
Allahu a’lam, wa shallallahu ‘ala nabiyyina muhammadin wa aalihii wa shahbihii wa sallam..
Ditandatangi oleh:
Ketua : Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh
Anggota : Abdullah bin Abdurrahman Al-Ghadyan, Bakr bin Abdullah Abu Zaid, dan Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan
Demikian Fatwa Lajnah Daimah, dengan beberapa penyesuaian.
Dialihbahasakan oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)