Sabtu, 20 Juni 2015

I LOVE RAMADHAN



I LOVE RAMADHAN
By Dr. H Ahmad Yani, MM. MBA.

Tiga orang musafir yg tgh menempuh perjalanan yg sangat panjang dan melelahkan. Tatkala hari mulai menjelang senja, mereka meneruskan perjalanan melintas pada sebuah perbukitan dg batu cadas yg keras nan tajam. Matahari bergeser pada peraduannya, malam pun tiba sementara ketiganya tetap meneruskan perjalanan dalam kegelapan malam penuh misteri. Tanpa mereka sadari, mereka telah memasuki dan berada dalam sebuah goa gelap yg penuh dg lorong.
                Ketiganya tersesat, mrk tdk tahu hrs berjalan ke arah mana, sedangkan keadaan gua tersebut masih misteri bagi mereka. Mrk memutuskan utk tdk beristirahat dan terus mencari kemungkinan adanya jalan keluar. Tiba2 dari dlm gua terdengar suara menggelegar yg hampir memecahkan gendang telinga, namun penuh saran, “Ambillah benda yang berserakan di skitar kaki kalian.
                Mendengar suara tersebut, dalam suasana kaget bercampur, sikap mereka ternyata tidak sama. Org pertama berpikir bahwa “suara| tersebut sbenarnya hanya ilusi yg dipengaruhi rasa takut, atau suara hantu yg sekedar menakut2i dan mengganggunya . Dia Acuh dg suara itu. Org kedua berpikir sejenak, “suara tersebut memang nyata, tp utk apa aku hrs menambah beban dg memungut benda yg tdk ketahuan apa gerangan. Namun demikian ia tetap mengambil satu barang sekedar iseng, siapa tahu berguna utk perjalanan selanjutnya. Berbeda dg kedua temannya, org ketiga justru mendengarkan itu sbg gold moment.
                Menurutnya suara tsb tdk mgkin terdengar kalau tdk memberi manfaat sebesar2nya kpdku. Akhirnya ia memutuskan utk melepaskan semua bebannya, termasuk bekal makanannya dan menggantinya dg benda yg berserakan di lantai gua, mengisi semua saku baju dan celananya serta tas tpt pakaiannya, hingga jalannya terseok2. Setelah merespon suara tersebut, tanpa mereka sadari kaki mereka membawa mrk keluar dari gua. Karena diburu oleh kegelapan, mrk memutuskan utk berjalan terus hingga mrk tiba dibawah sebatang pohon yg cukup rindang dan teduh.
                Mrk sudah tdk perduli lagi dimana arah goa yg mrk lalui. Alhasil fajar menyingsing, mrk bangun dan segera memeriksa kondisi masing2. Hal pertama yg mrk periksa adalah “Benda” yg mrk sentuh dan ambil semalam di gua. Ternyata itu adalah EMAS. Orang pertama kaget bukan kepalang, sebab hanya dia yg tdk mengambil sekeping pun. Sedangkan orang kedua menyesal, sebab mengapa ketika di gua ia hanya iseng mengambil sekeping Emas, orang ketiga yg sudah mengambil ratusan keeping pun menyesal karena seandainya ia membuang saja pakaian yg ada agar tpt pakaian tsb bisa digunakan sbg tpt emas. Mrk ingin kembali namun mrk sdh tdk tahu lagi dmn arah gua tsb.
                Kisah tsb boleh jadi benar, boleh jadi hanya anekdot yg dibuat oleh orang2 bijak terdahulu utk mjd bahan pembelajaran kita semua. Saat ini kita berada pada uatu masa yg merupakan kesempatan emas, lbh dari batangan emas yg diceritakan diatas, yaitu bulan ramadhan. Segala keutamaan bulan Ramadhan dan amaliyah dilipatgandakan pahalanya hingga beribukali lipat semuanya sudah menjadi pengetahuan kita. Mampukah kita memanfaatkan kesempatan emas ini? Apakah kita tergolong golongan musafir  yg iseng hanya mengambil dan mempergunakan kesempatan seadanya atau tidak sama sekali? Kita berharap menjadi musafir yg benar2 tahu menggunakan kesempatan emas ini
                Rasululloh cukup mjd teladan terbaik bgmn memanfaatkan ramadhan sbg kesempatan emas. Dalam beberapa hadist dikemukakan bhw apabila ramadhan dating maka beliau berkata pada sahabatnya:
               Telah datang kepadamu bulan ramadhan, bulan penghulu segala bulan. Ucapkanlah selamat datang padanya.Telah datang bulan yg penuh keberkahan, maka alangkah mulianya bulan yg datang itu.”
                Ada dua ungkapan yg sering diucapkan utk menyabut bulan Ramadhan yaitu :”Ahlan wa sahlan ya ramadhan dan marhaban ya ramadhan”.
                Kedua ungkapan ersebut bermakna sama yaitu “selamat datang”. Ahlan terambil dari  kata ahl yg berarti keluarga,mudah,juga dataran rendah, karena mudah dilalui. Ahlan wa sahlan adalah ungkapan “selamat datang” yg didalamnya tersirat makna “Anda berada di keluarga yg mudah (lapang)”.
Marhaban  terambil dari kata rahb, yg artinya luas atau lapang. Sehingga marhaban menggambarkan bahwa tamu disambut dan diterima dg lapang dada, penuh kegembiraan, serta dipersiapkan ruang yg luas.
                Sedangkan bulan ramadhan adalah nama bulan kesembilan dalam penanggalan hijriyah. Ramadhan terambil dari kata ramidha yg artinya panas terik yg membakar. Penamaan bulan ini antara lain karena bulan ramadhan wilayah arabiah biasanya pada musim panas yg berkepanjangan, atau boleh jadi dalam konteks  Indonesia dan wilayah diluar Arabia yg tdk panas ketika ramadhan datang, hal tersebut bermakna bahwa bulan ramadhan hrs berguna sbg bulan membakar dosa2 kita dg melakukan kebaikan sebanyak2nya.
                Marhaban ya ramadhan berarti selamat datang ramadhan. Mengandung arti bahwa kita menyambutnya dg lapang dada, penuh kegembiraan, serta mempersiapkan diri jasmani dan rohani dan waktu sebaik2nya utk melakukan aktivitas amal shaleh selama satu bulan tersebut.Kehadirannya kita harapkan agar jiwa dan raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah SWT.
                Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa Rasululloh setiap menjelang akhir bulan Syaban mengucapkan tahniah atas kedatangan bulan Ramadhan, hadist nabi Saw:
                Dalam satu riwayat dari Abu Hurairah bhw Rasululloh apabila telah datang bulan ramadhan menggembirakan sahabat2nya. Sesungguhnya telah datang bulan ramadhan adalah bulan yang diberkahi. Alloh memerintahkan kalian utk berpuasa didalamnya. Dalam bulan ramadhan ini semua pintu2 surga(kebaikan) dibuka, dan pintu2 neraka (kejahatan) ditutup, setan2 dibelenggu. Didalamnya ada satu malam yg lebih baik dari seribu bulan
                Dalam salah satu hadist yg pjg yg diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dar Salman ra, bahwa Rasululloh Saw pada hari terakhir bulan syaban berkhutbah (terjemahannya):
                “Wahai manusia, sesungguhnya kamu akan dinaungi oleh bulan yg senantiasa mulia lagi penuh berkah, yaitu bulan yg didalamnya ada satu malam yg lbh baik drpd seribu bulan, bulan yg telah Alloh jadikan Puasanya sbg kewajiban dan qiyam (shalat) malam harinya sbh tathawu (ibadah sunah). Barangsiapa mendekatkan dirinya kepada Alloh dh suatu kebaikan didalamnya, samalah ia dg org yg menunaikan fardhu dibulan lain. Dan barang siapa menunaikan fardhu di bulan ramadhan samalah dia menunaikan tujuh puluh fardhu diluar bulan ramadhan. Ramadhan adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu pahalanya surga. Ramadhan itu bulan penuh pertolongan dan bulan Alloh memberikan rejeki kepada para mukmin didalamnya, maka barang siapa memberi makan kepada seseorang baginya sama pahala orang itu tanpa mengurangi sedikitpun pahala org yg diberi makanan berbuka puasa”.
Kata orang bijak kesempatan emas hanya datang satu kali, kita masih bersyukur masih dipertemukan dengan ramadhan kali ini. Tapi mampukah kita memaksimalkan ramadhan tahun ini? Anggaplah Ramadhan ini adalah ramadhan terakhir kita, belum tentu kita mendapatkan kesempatan emas ini tahun depan. Manfaatkan sebesar2nya.

Senin, 01 Juni 2015

Enam Hal yang Dirahasiakan Allah Swt

Enam Hal yang Dirahasiakan Allah Swt

“Allah Swt meletakkan dengan rahasia enam hal pada enam perkara, yaitu:
 
1. Allah  Swt merahasiakan ridha-Nya diantara ketaatan hamba.
Di antara semua ketaatan yang hamba lakukan, Dia letakkan ridha-Nya pada hamba tersebut secara rahasia agar setiap hamba bersungguh-sungguh menjalankan ketaatan. Maka, tidak sepantasnya engkau remehkan mengerjakan ketaatan yang (tampak) kecil, siapa tahu disitu Allah Swt letakkan ridha-Nya padamu). Sayidina Umar bin Khattab R.a adalah Mukmin yang dahsyat menjalani ketaatan kepada Allah Swt. Beliau adalah Sahabat Nabi Muhammad Saw. Kokoh dalam iman. Hidup zuhud. Dipilih kemudian menjadi khalifah, beliau memimpin dengan ‘adil. Berkata dengan benar, bahkan Nabi Muhammad Saw bersabda (menjamin) setiap ucapan Umar bin Khattab R.a pasti benar. Sangat cerdas. 
Nabi Muhammad Saw bersabda bahwa Umar bin Khattab R.a dikaruniai oleh Allah Swt bisa tahu ayat (tertentu) Al-Qur’an bakal turun. Setelah wafat, beliau hadir dalam mimpi para Sahabat dan mengabarkan betapa Allah  Swt meridhainya karena pernah membelas-kasihi seekor burung pipit yang lemah.
 
Imam Ghazali adalah ulama besar penghidup ilmu agama dan Hujjatul Islam. Baliau sangat kuat mengerjakan ketaatan kepada Allah Swt. Beliau (berkat dikaruniai Allah Swt mampu “melipat waktu”) dalam sehari menunaikan ribuan shalat sunnah dan mengkhatamkan Al-Qur’an ditambah kesibukan menulis kitab. Diriwayatkan, setelah Imam Ghazali wafat, Allah Swt ridha kepada beliau lantaran amal kebajikan menahankan diri mencelupkan pena ke dalam tinta hingga seekor lalat bisa berkecukupan mereguk tinta yang beliau pakai menulis kitab.
 
Demikianlah bila Allah Swt meridhai seorang hamba. Allah Swt letakkan secara rahasia di antara sekian ketaatan-ketaatan yang hamba itu kerjakan hingga ketaatan yang (tampak) kecil. Ribuan ketaatan telah dikerjakan Sayidina Umar bin Khattab R.a atau Imam Ghazali, namun Allah  Swt justru mengaruniai ridha-Nya atas ketaatan yang (tampak) remeh hamba.
 
Ketaatan kecil laksana pemantik api. Ketaatan yang besar-besar bagai bensin. Pemantik api menyalakan bensin hingga mesin pun bergerak. Bila tak ada bensin, pemantik bakal sia-sia saja memercikkan api karena tak beroleh apa pun. Sebaliknya, bila bensin tersedia banyak namun pemantiknya tidak ada maka bensin yang banyak tadi tidak akan menyala menggerakkan mesin.
 
Ketaatan yang besar dan ketaatan yang kecil/remeh, keduanya sekaligus mesti dikerjakan. Andai Sayidina Umar bin Khattab R.a atau Imam Ghazali tidak (meski mustahil) mengerjakan ketaatan-ketaatan yang besar-besar kepada Allah Swt niscaya Dia tidak akan menganugerahkan ridha-Nya (dengan ridha yang Dia letakkan atas ketaatan yang kecil).
 
Ridha kepada hamba Dia letakkan atas ketaatan tertentu diantara ketaatan-ketaatan (besar atau kecil) yang hamba itu kerjakan. Ridha Allah Swt juga diberikan berbeda antara hamba satu dengan hamba yang lain. Ketahuilah, surga memiliki banyak pintu masuk (ada pintu shalat, zakat, puasa, haji, berbelas kasih, jihad, mengaji ilmu agama, jujur, dan ribuan pintu lainnya). Setiap pintu masuk surga tersebut diperuntukkan bagi rombongan hamba menurut ketaatan masing-masing yang diridhai Allah Swt .
 
2. Allah menyembunyikan murka-Nya dalam kemaksiatan seorang hamba-Nya.
Tujuannya adalah agar hamba-hamba-Nya selalu berupaya dengan seluruh daya dan upaya meninggalkan kemaksiatan dan takut terjerumus ke dalam lembah kemaksiatan itu. Meskipun kemaksiatan itu hanyalah kemaksiatan yang sangat kecil, karena bisa saja dengan kemaksiatan yang sangat kecil itu justru terdapat murka Allah Swt. Memang dalam beberapa kasus Allah Swt menampakkan kemurkaan-Nya, seperti orang yang sedang mabuk tiba-tiba tersambar petir padahal tidak ada hujan dan cuaca yang cerah. Atau ketika sedang bermesraan dengan bukan pasangan yang dihalalkan tiba-tiba meninggal dunia. Namun, kasus-kasus seperti itu hanyalah sebagian kecil saja dan mayoritas kemurkaan Allah Swt dirahasiakan oleh Allah Swt.
 
3. Allah Swt menyembunyikan kapan Malam Lailatul Qadar muncul di bulan Ramadhan.
Dengan merahasiakan datangnya Malam Lailatul Qadar ini diharapkan dapat memberikan semangat kepada orang-orang yang beriman untuk selalu menghidupkan bulan Ramadhan baik siang maupun malam selama satu bulan penuh, agar dapat melahirkan ketakwaan dalam diri sesuai dengan tujuan pelaksanaan puasa Ramadhan (QS. Al-Baqarah [2]: 183). Kerahasiaan Malam Lailatul Qadar ini memang cukup beralasan, karena nilainya lebih baik dari 1000 bulan atau setara dengan 83 tahun 4 bulan (QS. Al-Qadr [97]: 1-5).
 
4. Allah Swt menyembunyikan keberadaan para wali di antara manusia.
Agar setiap orang selalu menghormati orang lain dan tidak mudah meremehkan orang lain karena status sosial yang disandangnya. Siapa tahu, orang yang diremehkan itu adalah wali Allah  Swt.
 
5. Allah Swt menyembunyikan kapan datangnya kematian kepada seseorang.
Sebenarnya ini merupakan sebuah cara agar manusia selalu mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian dengan selalu taat beribadah kepada Allah Swt dan melaksanakan sunnah Rasulullah Saw. Namun, masih banyak yang melupakan persiapan menyambut kedatangan maut yang pasti akan menjemput. Buktinya, masih banyak yang bermaksiat kepada Allah Swt dan tidak mengikuti sunnah Rasulullah Saw. Korupsi merajalela, perselingkuhan, perzinahan, mabuk-mabukkan, mencuri, meninggalkan shalat lima waktu, tidak mengeluarkan zakat, tidak mau berpuasa Ramadhan dan kemaksiatan lainnya yang dapat dengan jelas kita lihat dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan kita. Mudah-mudahan kita termasuk golongan yang mempersiapkan kedatangan kematian itu.
 
6. perkara yang dirahasiakan oleh Allah Swt yang keenam adalah Ash-Shalatul Wustha (shalat yang paling utama) dalam shalat lima waktu.
Supaya setiap orang muslim senantiasa memelihara shalat lima waktunya dengan baik.
 
Pada intinya semua perkara yang dirahasiakan oleh Allah Swt bertujuan agar hamba-Nya selalu berupaya untuk beribadah kepada Allah Swt, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya tanpa terkecuali. Dan tentunya disempurnakan dengan mengikuti dan melaksanakan sunnah Rasulullah Saw. Mudah-mudahan dapat menambah keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Swt. 
 
Amiiin ya Rabbal ‘Alamiin.

Arti sebenarnya "Habis Gelap Terbitlah terang", RA Kartini

Kisah Kartini Mempelopori Penerjemahan Al-Quran

 

Kisah Kartini Mempelopori Penerjemahan Al-Quran
Salah satu murid Mbah Kyai Sholeh Darat yang terkenal, tetapi bukan dari kalangan ulama adalah Raden Ajeng Kartini. Karena RA Kartini inilah Mbah Sholeh Darat menjadi pelopor penerjemahan Al-Qur’an ke Bahasa Jawa. Menurut catatan cucu Kyai Sholeh Darat (Hj. Fadhilah Sholeh), RA Kartini pernah punya pengalaman tidak menyenangkan saat mempelajari Islam. Guru ngajinya memarahinya karena dia bertanya tentang arti sebuah ayat Qur’an.
Biografi
Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak hinggaHamengkubuwana VI. Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
Surat Curhat Galau
Dalam suratnya kepada Stella Zihandelaar bertanggal 6 November 1899, RA Kartini menulis;
Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya?
Alquran terlalu suci; tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap Muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti Bahasa Arab. Di sini, orang belajar Alquran tapi tidak memahami apa yang dibaca.
Aku pikir, adalah gila orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibaca. Itu sama halnya engkau menyuruh aku menghafal Bahasa Inggris, tapi tidak memberi artinya.
Aku pikir, tidak jadi orang soleh pun tidak apa-apa asalkan jadi orang baik hati. Bukankah begitu Stella?
RA Kartini melanjutkan curhat-nya, tapi kali ini dalam surat bertanggal 15 Agustus 1902 yang dikirim ke Ny Abendanon.
Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Alquran, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya.
Jangan-jangan, guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepada aku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa. Kita ini teralu suci, sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya.
Bertemu Kyai Sholeh Darat
Kalau membaca surat surat Kartini yang diterbitkan oleh Abendanon dari Belanda, terkesan Raden Ajeng Kartini sudah jadi sekuler. Namun kisah berikut ini semoga bisa memberi informasi baru mengenai apresiasi Kartini pada Islam dan Ilmu Tasawuf.
Mengapa? Karena dalam surat surat RA Kartini yang notabene sudah diedit dan dalam pengawasan Abendanon yang notabene merupakan aparat pemerintah kolonial Belanda plus Orientalis itu, dalam surat surat Kartini beliu sama sekali tidak menceritakan pertemuannya dengan Kyai Sholeh bin Umar dari Darat, Semarang — lebih dikenal dengan sebutan Kyai Sholeh Darat. Alhamdullilah, Ibu Fadhila Sholeh, cucu Kyai Sholeh Darat, tergerak menuliskan kisah ini.
Takdir, menurut Ny Fadihila Sholeh, mempertemukan Kartini dengan Kyai Sholel Darat. Pertemuan terjadi dalam acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, yang juga pamannya.
Kemudian ketika berkunjung ke rumah pamannya, seorang Bupati Demak, RA Kartini menyempatkan diri mengikuti pengajian yang diberikan oleh Mbah Sholeh Darat. Saat itu beliau sedang mengajarkan tafsir Surat al-Fatihah. RA Kartini menjadi amat tertarik dengan Mbah Sholeh Darat.
Kyai Sholeh Darat memberikan ceramah tentang tafsir Al-Fatihah. Kartini tertegun. Sepanjang pengajian, Kartini seakan tak sempat memalingkan mata dari sosok Kyai Sholeh Darat, dan telinganya menangkap kata demi kata yang disampaikan sang penceramah.
Ini bisa dipahami karena selama ini Kartini hanya tahu membaca Al Fatihah, tanpa pernah tahu makna ayat-ayat itu.
Setelah pengajian, Kartini mendesak pamannya untuk menemaninya menemui Kyai Sholeh Darat. Sang paman tak bisa mengelak, karena Kartini merengek-rengek seperti anak kecil. Berikut dialog Kartini-Kyai Sholeh.
“Kyai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu menyembunyikan ilmunya?” Kartini membuka dialog.
Kyai Sholeh tertegun, tapi tak lama. “Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?” Kyai Sholeh balik bertanya.
“Kyai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Al Quran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku,” ujar Kartini.
Kyai Sholeh tertegun. Sang guru seolah tak punya kata untuk menyela. Kartini melanjutkan; “Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al Quran ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Al Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”
Dialog berhenti sampai di situ. Ny Fadhila menulis Kyai Sholeh tak bisa berkata apa-apa kecuali subhanallah. Kartini telah menggugah kesadaran Kyai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar; menerjemahkan Alquran ke dalam Bahasa Jawa.
Habis Gelap Terbitlah Terang
Dalam pertemuan itu RA Kartini meminta agar Qur’an diterjemahkan karena menurutnya  tidak ada gunanya membaca kitab suci yang tidak diketahui artinya.  Tetapi pada waktu itu penjajah Belanda secara resmi melarang orang menerjemahkan al-Qur’an.  Mbah Sholeh Darat melanggar larangan ini, Beliau menerjemahkan Qur’an dengan ditulis dalam huruf “arab gundul” (pegon) sehingga tak dicurigai penjajah.
Kitab tafsir dan terjemahan Qur’an ini diberi nama Kitab Faidhur-Rohman, tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab. Kitab ini pula yang dihadiahkannya kepada R.A. Kartini pada saat dia menikah  dengan R.M. Joyodiningrat, seorang Bupati Rembang.  Kartini amat menyukai hadiah itu dan mengatakan:
Selama ini Al-Fatihah gelap bagi saya.  Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari  ini ia menjadi terang-benderang sampai kepada makna tersiratnya,  sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa  yang saya pahami.”
Melalui terjemahan Mbah Sholeh Darat itulah RA Kartini menemukan ayat yang amat menyentuh nuraninya yaitu:
Orang-orang beriman dibimbing Alloh dari gelap menuju cahaya (Q.S. al-Baqoroh: 257).
Dalam banyak suratnya kepada Abendanon,  Kartini banyak mengulang kata “Dari gelap menuju cahaya” yang ditulisnya dalam bahasa Belanda: “Door Duisternis Toot Licht.” Oleh Armijn Pane ungkapan ini diterjemahkan menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang,” yang menjadi judul untuk buku kumpulan surat-menyuratnya.
Surat yang diterjemahkan Kyai Sholeh adalah Al Fatihah sampai Surat Ibrahim. Kartini mempelajarinya secara serius, hampir di setiap waktu luangnya. Namun sayangnya penerjemahan Kitab Faidhur-Rohman ini tidak selesai karena Mbah Kyai Sholeh Darat keburu wafat.
Kyai Sholeh membawa Kartini ke perjalanan transformasi spiritual. Pandangan Kartini tentang Barat (baca: Eropa) berubah. Perhatikan surat Kartini bertanggal 27 Oktober 1902 kepada Ny Abendanon.
Sudah lewat masanya, semula kami mengira masyarakat Eropa itu benar-benar yang terbaik, tiada tara. Maafkan kami. Apakah ibu menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban.
Tidak sekali-kali kami hendak menjadikan murid-murid kami sebagai orang setengah Eropa, atau orang Jawa kebarat-baratan.
Dalam suratnya kepada Ny Van Kol, tanggal 21 Juli 1902, Kartini juga menulis; 
Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama disukai.
Lalu dalam surat ke Ny Abendanon, bertanggal 1 Agustus 1903, Kartini menulis;
Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah.
(sumber: http://www.sarkub.com/)
(sumber: http://http://sejarahri.com/)